Kristi Eka Arummi

MASA DEPAN ADALAH MILIK MEREKA YANG PERCAYA PADA KEINDAHAN MIMPI-MIMPI MEREKA...

"The Future Belongs To Those Who Believe In The Beauty Of Their Dreams"

WELCOME TO KITTIW BLOG

Rabu, 11 Juni 2014

Perkembangan Cyberlaw di Indonesia

Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorangcracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi Dunia Maya
“Salah satu kemajuan terknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah internet. Jaringan komputer-komputer yang saling terhubung membuat hilangnya batas-batas wilayah. Dunia maya menginternasionalisasi dunia nyata. Dunia cyber yang sering disebut dunia maya menjadi titik awal akselerasi distribusi informasi dan membuat dunia internasional menjadi  tanpas batas. “Teknologi informatika saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif melawan hukum. Maka untuk menghadapi sifat melawan hukum yang terbawa dalam perkembangan informasi data di dunia maya. Diperlukan sebuah perlawanan dari hukum positif yang ada. “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali  berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya” hal ini adalah asas legalitas yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana merupakan salah satu instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu dikaji lebih mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana yang dalam faktanya sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam hal ini terhadap kejahatan penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.

Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa : “Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, poto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

http://cyberkelompok9.wordpress.com/2013/05/31/makalah-penerapan-cyberlaw-di-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar