Kampanye hitam dan kampanye negatif kini tak bisa dikenali lagi.
Sebenarnya kampanye negatif memiliki unsur edukasi demokrasi, yakni menampilkan
sosok negatif capres – yang pasti ada dimiliki atau melekat pada capres atau
para pendukungnya karena tak ada manusia sempurna. Namun, ketika kampanye
negatif muncul, serta-merta kubu capres yang berseberangan akan menyatakan itu
kampanye hitam. Apa dampak dari kerancuan antara kampanye hitam dan kampanye
negatif?
Akibat terjadinya kerancuan antara kampanye hitam dan negatif
sangat fatal: kampanye hitam semakin marak dan menimbulkan kerugian dan luka
menganga di masyarakat, selain merusak ‘nama baik’ calon pemimpin Indonesia.
Bagaimana pun, salah satu dari capres Prabowo atau Jokowi, suka tak suka akan
menjadi pemimpin bagi 230 juta rakyat Indonesia.
Contoh kampanye negatif adalah mengkritisi kinerja Jokowi di DKI
dianggap sebagai kampanye hitam oleh kubu Jokowi-JK. Contoh kampanye negatif
tentang penculikan dianggap sebagai kampanye negatif oleh kubu Prabowo-Hatta. Jadi
justru dari masing-masing kubu telah mengaburkan perbedaan antara kampanye
hitam dan kampanye negatif: jadi campur baur.
Akibat dari pengaburan kampanye hitam black campaign dan negative
campaign di seluruh media online, televisi, radio, media sosial seperti
Youtube, Twitter, Facebook, dan blogs, media massa koran dan tabloid serta
selebaran, adalah rakyat tak lagi mampu membedakan kampanye hitam dan kampanye
negatif.
Kini semua kampanye hitam, hijau, kuning, putih telah blur dan
menyatu dan tak bisa diidentifikasi lagi. Terpaparnya kampanye hitam di ruang
publik yang isinya ‘merendahkan martabat’ calon presiden baik Jokowi maupun
Prabowo adalah bukti bangsa ini merendahkan martabat bangsa. Kedua capres
menggelorakan Indonesia menjadi bangsa yang ‘bermartabat’. Namun faktanya sejak
awal kampanye dilakukan dengan tidak santun. Diawali dengan strategi menyindir
lewat puisi oleh Fadli Zon – sebagai kepanjangan dari strategi kampanye negatif
yang sudah dirancang selama lima tahun oleh Noudhy Valdryno – maka kampanye
negatif bergulir dengan deras. Berhasilkah?
Strategi kubu Prabowo menggelorakan isu ‘batutulis’, ‘raisopopo’,
‘boneka’, tabloid Obor Rakyat, mampu mengerek elektabilitas Prabowo mendekati
Jokowi. Kubu Jokowi awalnya cuma bereaksi ‘rapopo’ dan ‘rapopo’, namun ketika
tahu bahwa mendiamkan kampanye hitam dan negatif akan membuat elektabilitas
Jokowi rusak. Maka secara masif serangan kubu Jokowi mengena: Jokowi membuat
pernyataan terbuka tentang berbagai isu dari mulai ‘Tionghoa’, ‘Kristen’ dan
sebagainya dengan santun dalam kampanye blusukannya.
Selain itu, kreativitas kubu Prabowo dalam membuat materi kampanye
membuat dumay –dunia maya hingar-bingar. Anak-anak muda semangat. Namun yang
tak diperhitungkan adalah efek kampanye tersebut baik kepada ‘kawan’ maupun
‘lawan’, pendukung dan penentang. Pada akhirnya kedua kubu adu kekuatan mencari
data dan fakta yang bisa menghantam kubu ‘lawan’ dan membaiki kubu ‘kawan’.
Hasilnya sungguh luar biasa.
Maka keluarlah SK Pensiun Prabowo yang melegitimasi Prabowo diberhentikan
dengan hormat. Merasa menang dan menjadi polemik, dimunculkan lagi Surat Dewan
Kehormatan Perwira, yang akhirnya mengalir menuju pada berbagai klarifikasi
dari Prabowo dan Wiranto. Penjelasan keduanya tidak memberikan dampak apa pun:
kubu Prabowo tetap menganggap kasus penculikan tidak terbukti dan tidak
dibuktikan di depan sidang pengadilan, serta kubu Jokowi lewat Wiranto
menyatakan terbukti Prabowo telah melakukan perbuatan tercela berupa penculikan
atas inisiatif sendiri Prabowo.
Selesai sampai di situ? Tidaaaak. Persiapan materi kampanye hitam
yang telanjur dibuat sudah kelewat banyak dan meluncurlah Transkrip Megawati
Jaksa Agung, yang dengan segera dilaporkan di Youtube yakni unggahan video
Prabowo yang menyuruh ‘rampok tetanggamu yang kesusahan’.
Jelas berbagai tayangan video, yang dicuplik, yang ditambahi, yang
dikurangi, sehingga menguntungkan masing-masing capres tertentu berseliweran di
dunia maya. Namun kehebatan strategi kampanye ala Noudhy Valdryno ternyata
terbukti mendapatkan perlawanan – bahwa ketika pengamat politik menyatakan
bahwa kampanye hitam menguntungkan Prabowo adalah hal yang luar biasa – dari
kubu Jokowi.
Akibat aksi-reaksi terhadap kampanye hitam dan negatif, maka
kampanye menjadi ajang adu kreativitas yang kebablasan yang pada akhirnya
menurunkan martabat para capres – yang pada akhirnya mau nggak mau Indonesia
akan dipimpin oleh Prabowo atau Jokowi. Rakyat pun menelanjangi para pemimpi
mereka – dan para pendukung mereka. Ini semua sebagai akibat dari kampanye
negatif, hitam dan abu-abu yang kebablasan dan tak memiliki kontrol tata krama
dan kesopanan. Segala cara dihalalkan.
Kondisi ini menyebabkan dampak lain di masyarakat yakni publik
apatis dengan semua kampanye baik hitam maupun negatif, maupun putih. Peran
semua media massa (online, koran, televisi, radio) yang terpecah dan tak
obyektif memberitakan Prabowo dan Jokowi menyebabkan masyarakat pemilih apatis
terhadap semua pemberitaan. Artinya rakyat dirugikan karena tak memiliki media
yang memberikan pencerahan. Media yang terpecah menyebabkan pemilihan presiden
tak maksimal memilih calon terbaik dari dua orang buruk – seperti digambarkan
oleh kampanye hitam.
Kondisi ini ditangkap oleh masyarakat yang mulai jengah dan sebel
dengan media yang terpecah. Rakyat kembali kepada posisi status quo – karena
sangat bingung dengan aneka materi kampanye kedua capres. Posisi status quo ini
terbukti dan terlihat terkait elektabilitas Prabowo yang meningkat namun tetap
tak bisa melewati Jokowi. Menyadari hal ini, kampanye hitam semakin
digelorakan, hasilnya tetap Jokowi tak terkejar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar